KH. Ahmad Asrori Al-ishaqi
KH. Ahmad Asrori Al-ishaqi merupakan putera dari Kyai Utsman Al-Ishaqi.
Beliau mengasuh Pondok Pesantren Al-Fithrah Kedinding Surabaya.
Kelurahan Kedinding Lor terletak di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya.
Di atas tanah kurang lebih 3 hektar berdiri Pondok Pesantren Al-Fithrah
yang diasuh Kiai Ahmad Asrori, putra Kiai Utsman Al-Ishaqy. Nama
Al-Ishaqy dinisbatkan kepada Maulana Ishaq, ayah Sunan Giri, karena Kiai
Utsman masih keturunan Sunan Giri. Semasa hidup, Kiai Utsman adalah
mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Dalam dunia Islam, tarekat
Naqsyabandiyah dikenal sebagai tarekat yang penting dan memiliki
penyebaran paling luas; cabang-cabangnya bisa ditemukan di banyak negeri
antara Yugoslavia dan Mesir di belahan barat serta Indonesia dan Cina
di belahan timur. Sepeninggal Kiai Utsman tahun 1984, atas penunjukan
langsung Kiai Utsman, Kiai Ahmad Asrori meneruskan kedudukan mursyid
ayahnya. Ketokohan Kiai Asrori berawal dari sini.
Tugas sebagai mursyid dalam usia yang masih muda ternyata bukan perkara
mudah. Ia mendirikan pesantren Al-Fithrah di Kedinding Lor, sebuah
pesantren dengan sistem klasikal, yang kurikulum pendidikannya
menggabungkan pengetahuan umum dan pengajian kitab kuning. Ia juga
menggagas Al-Khidmah, sebuah jamaah yang sebagian anggotanya adalah
pengamal tarekat Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Jamaah ini menarik
karena sifatnya yang inklusif, ia tidak memihak salah satu organisasi
sosial manapun. Meski dihadiri tokoh-tokoh ormas politik dan pejabat
negara, majelis-majelis yang diselenggarakan Al-Khidmah berlangsung
dalam suasana murni keagamaan tanpa muatan-muatan politis yang
membebani.
Kiai Asrori seolah menyediakan Al-Khidmah sebagai ruang yang terbuka
bagi siapa saja yang ingin menempuh perjalanan mendekat kepada Tuhan
tanpa membedakan baju dan kulit luarnya. Pelan tapi pasti organisasi ini
mendapatkan banyak pengikut. Saat ini diperkirakan jumlah mereka jutaan
orang, tersebar luas di banyak provinsi di Indonesia, hingga Singapura
dan Filipina. Dengan kesabaran dan perjuangannya yang luar biasa, Kiai
Asrori terbukti mampu meneruskan kemursyidan yang ia dapat dari ayahnya.
Bahkan lebih dari itu, ia berhasil mengembangkan Tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah ke suatu posisi yang mungkin tak pernah ia bayangkan.
Kiai Asrori adalah pribadi yang istimewa. Pengetahuan agamanya dalam dan
kharisma memancar dari sosoknya yang sederhana. Tutur katanya lembut
namun seperti menerobos relung-relung di kedalaman hati pendengarnya.
Menurut keluarga dekatnya, sewaktu muda Kiai Asrori telah menunjukkan
keistimewaan-keistimewaan. Mondhoknya tak teratur. Ia belajar di Rejoso
satu tahun, di Pare satu tahun, dan di Bendo satu tahun.
Di Rejoso ia malah tidak aktif mengikuti kegiatan ngaji. Ketika hal itu
dilaporkan kepada pimpinan pondok, Kiai Mustain Romli, ia seperti
memaklumi, “biarkan saja, anak macan akhirnya jadi macan juga.” Meskipun
belajarnya tidak tertib, yang sangat mengherankan, Kiai Asrori mampu
membaca dan mengajarkan kitab Ihya’ Ulum al-Din karya Al-Ghazali dengan
baik. Di kalangan pesantren, kepandaian luar biasa yang diperoleh
seseorang tanpa melalui proses belajar yang wajar semacam itu sering
disebut ilmu ladunni (ilmu yang diperoleh langsung dari Allah SWT).
Adakah Kiai Asrori mendapatkan ilmu laduni sepenuhnya adalah rahasia
Tuhan, wallahu a’lam.
Ayahnya sendiri juga kagum atas kepintaran anaknya. Suatu ketika Kiai
Utsman pernah berkata “seandainya saya bukan ayahnya, saya mau kok ngaji
kepadanya.” Barangkali itulah yang mendasari Kiai Utsman untuk menunjuk
Kiai Asrori (bukan kepada anak-anaknya yang lain yang lebih tua)
sebagai penerus kemursyidan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah padahal
saat itu Kiai Asrori masih relatif muda, 30 tahun.
Jika dirunut, Kiai Ahmad Asrori memiliki darah keturunan hingga
Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam yang ke 38, yakni Ahmad Asrori
putra Kiai Utsman Al Ishaqi. Namanya dinisbatkan pada Maulana Ishaq ayah
Sunan Giri. Karena Kiai Utsman masih keturunan Sunan Giri. Kiai Utsman
berputra 13 orang.
Berikut silsilahnya :
Ahmad Asrori Al Ishaqi – Muhammad Utsman – Surati – Abdullah – Mbah Deso
– Mbah Jarangan – Ki Ageng Mas – Ki Panembahan Bagus – Ki Ageng
Pangeran Sedeng Rana – Panembahan Agung Sido Mergi – Pangeran Kawis Guo –
Fadlullah Sido Sunan Prapen – Ali Sumodiro – Muhammad Ainul Yaqin Sunan
Giri – Maulana Ishaq – Ibrahim Al Akbar – Ali Nurul Alam – Barokat
Zainul Alam – Jamaluddin Al Akbar Al Husain – Ahmad Syah Jalalul Amri –
Abdullah Khan – Abdul Malik – Alawi – Muhammad Shohib Mirbath – Ali
Kholi’ Qasam – Alawi – Muhammad – Alawi – Ubaidillah – Ahmad Al Muhajir –
Isa An Naqib Ar Rumi – Muhammad An Naqib – Ali Al Uraidli – Ja’far As
Shodiq – Muhammad Al Baqir – Ali Zainal Abidin – Hussain Bin Ali – Ali
Bin Abi Thalib / Fathimah Binti Rasulullah SAW.
Semasa hidup, Kiai Utsman adalah mursyid Tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah. Dalam dunia Islam, tarekat Naqsyabandiyah dikenal
sebagai tarekat yang penting dan memiliki penyebaran paling luas;
cabang-cabangnya bisa ditemukan di banyak negeri antara Yugoslavia dan
Mesir di belahan barat serta Indonesia dan Cina di belahan timur.
Sepeninggal Kiai Utsman tahun 1984, atas penunjukan langsung Kiai
Utsman, Kiai Ahmad Asrori meneruskan kedudukan mursyid ayahnya.
Ketokohan Kiai Asrori berawal dari sini.
Senin, 30 Juni 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar